Mau Beriklan?

Jumat, 03 Januari 2014

Contoh Dharma Wacana

PENTINGNYA PENDIDIKAN UNTUK MEMBENTUK KARAKTER
GENERASI MUDA HINDU YANG LEBIH BAIK

Om Swastyastu,
Om Avighnam Astu Namo Siddham,
Om Anno Bhadrah Krattavo Yantu Visvattah

Sebelumnya, marilah kita sama-sama menghaturkan sembah sujud bhakti kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang maha Esa), karena atas Asung Krta Wara Nugraha Beliau, kita masih dianugerahi kesehatan sehingga kita dapat berkumpul bersama-sama dalam acara rutin kita ini dengan tiada kekurangan satu apapun. Jajak.com
Yang terhormat Bapak/Ibu dewan juri lomba Dharma Wacana, dan umat sedharma yang hadir pada kesempatan kali ini yang Saya muliakan. Sebelum lebih jauh Saya berbicara, perkenankan Saya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama Saya Ni Nyoman Diwantrini, Saya mewakili SMA Negeri 1 Seputih Mataram. Adapun tema dharma wacana yang akan Saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini adalah “PENTINGNYA PENDIDIKAN UNTUK MEMBENTUK KARAKTER GENERASI MUDA HINDU YANG LEBIH BAIK”. Tema ini sengaja Saya angkat, karena mengingat dan melihat fakta-fakta yang sering terjadi di lingkungan masyarakat Hindu, banyak sekali generasi muda Hindu yang memiliki perilaku dan sikap yang menyimpang dari ajaran-ajaran yang ada dalam agama Hindu. Hal ini menunjukan bahwa betapa lemahnya iman dan sraddha generasi muda terhadap agama dan kepercayaan yang dianut. Dari permasalahan ini timbul pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita, “Kenapa masalah ini muncul? Siapakah yang bertanggung jawab dalam masalah ini? Mengapa sraddha generasi muda begitu lemah sehingga muncul permasalahan-permasalahan tersebut? Maka dari itu, disini akan Saya singgung mengenai kewajiban-kewajiban generasi muda dalam masa menuntut ilmu, baik di sekolah maupun dirumah serta di lingkungan masyarakat.
Umat Sedharma, kita sedikit banyak telah memahami pengertian tentang brahmacari asram, dimana keadaan kita dikatakan masih dalam jenjang menuntut ilmu pengetahuan. Akan tetapi dengan keadaan psikolog dan keadaan mental pada masa brahmacari yang belum memiliki tujuan yang tetap sebagai pegangan hidup, sehingga keadaan mental kita sangat mudah terombang-ambing oleh pengaruh yang muncul di luar diri kita. Masa muda keadaan jiwa dan mentalnya masih sangat labil (goyah) dan masih belum memiliki system filterisasi yang baik terhadap pengaruh-pengaruh yang berasal dari luar diri kita sangat berperan penting dalam membentuk mindset dan perilaku kita, semakin pengaruh buruk dari tempat bersosialisasi yang kita peroleh, maka semakin buruk pula pembentukan pikiran dan pengaplikasianya dalam perilaku kita.
Seperti teori yang diutarakan oleh salah satu pilsuf Inggris, John Locke mengatakan bahwa kita terlahir itu seperti halnya kertas putih yang bersih, belum ada coretan sedikitpun, kemudian melalui sosialisasi dengan keluarga, di lingkungan sekolah dan pergaulan dalam masyarakat, perlahan-lahan tapi pasti kertas putih itu, akan terisi penuh dengan coretan-coretan, baik itu coretan yang baik maupun coretan yang buruk. Masa-masa muda seperti saat inilah dimana kita belum mampu berpikir dewasa, sehingga pengaruh dari coretan memori itu akan menuntun kita dalam berperilaku. Hal inilah yang menyebabkan jiwa kita sering sekali mengalami lonjakan, gairah, egoism, semangat menggebu-gebu dan ambisi yang luar biasa dengan bentuk grafik naik turun. Untuk itu, maka sebagai benteng yang kokoh agar kita menjadi generasi muda yang memegang teguh ajaran kebenaran, sekolah dan keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang baik dan benar sesuai dengan ajaran agama, agar tercipta nantinya generasi muda yang berkompeten dan mampu bersaing dalam menghadapi kehidupan yang keras di Kali Yuga ini. Peranan ilmu pengaetahuan sangat luar biasa, seperti diuraikan dalam kitab suci Bhagavadgita IV. 35, yang berbunyi :
Api ched asi papebhyah
Sarvebhyah papakrittamah
Sarvam jnanaplavenai’va
Vrijinam samtarishyasi
Artinya :
Walau seandainya engkau paling berdosa diantara manusia yang memikul dosa, dengan perahu ilmu pengetahuan ini lautan dosa akan kau sebrangi.
Dari sloka tersebut dapat kita peroleh maknanya, bahwa ilmu pengetahuan dalam kehidupan ini memiliki peranan yang sangat besar, sebagai penghantar individualisme menjadi insan yang memiliki karakter baik. Dan dengan ilmu pengetahuan juga, kita dapat menyadari tujuan dari kehidupan kita di dunia, kita akan tertuntun dengan baik dan selalu memegang teguh ajaran Dharma. Dengan demikian, niscaya kita nanti terhindar dari tindakan-tindakan asubha karma yang dapat menghantarkan kita ke jurang neraka dan menjadi penjelmaan manusia yang “Manusya”, yang selalu menyadari hakekat dari akhir hidupnya agar tidak mengalami kemerosotan moral dan reinkarnasi berikutnya. Dalam kitab suci sarasamuccaya dikatakan:
“Apan ikan dadi wwang, utama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasadhanang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang ika”.
Artinya:
Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama apa sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang- ulang) dengan jalan berbuat baik; demikiannyalah keutamaannya menjadi manusia.
Dalam sloka ini menjelaskan, menjadi manusia ini merupakan hal yang mulia agar setiap manusia mampu membebaskan dirinya dari kesengsaraan dengan jalan berbuat subhakarma (kebaikan) dan terbebas dari hukum reinkarnasi dan mencapai kesempurnaan yaitu moksa rtam jagaditaya ya ca iti dharma.
agamahindu.website123.comUmat Sedharma, Masa muda merupakan masa uji atau masa yang sangat menentukan karma hidup kita selanjutnya, jika kita kuat menghadapi dan melewatinya niscaya kita akan menjadi insan yang bahagia dan sejahtera dalam kehidupan dan alam baka (Moksa Rtam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma), namun, jika kita tidak mampu melewatinya maka celakalah kita. Contoh kecilnya seorang siswanyang dalam masa sekolah sangat indispliner, suka berkelahi karena ambisi, tidak mampu mengendalikan guna rajasnya, egoisme (Ahamkara) dan pikiranya diliputi kebodohan (avidya), dengan sikap demikian tentunya dia akan rugi sendiri, dia bisa terancam dikeluarkan dari sekolah, memiliki musuh yang dapat mengancam kehidupanya kelak, menjadi terkenal dengan kejahatanya, susah memperoleh peluang dan bersaing dalam memperoleh pekerjaan untuk penompang hidup kelak. Dari contoh singkat tersebut, maka bukan hal mustahil jika pada akhirnya dia akan menjadi orang yang hidup selalu berada pada jalan adharma yang penuh dosa.
Umat Sedharma, coba kita renungkan, jika kita mengalami hal tersebut?
Bagaimana orang tua kita yang mengharapkan keturunanya menjadi anak yang suputra, yang dapat mengharumkan nama keluarga di masyarakat, namun yang terjadi malah sebaliknya. Jika hal ini terjadi, maka orang tua kita akan merasa ditampar keras dan tentunya akan merasa malu dengan memiliki anak seperti kita. Hidup orang tua kita pun pastinya tidak akan dapat tenang baik di dunia maupun di alam kekal nantinya.
Apakah kita bahagia, jika orang tua kita seperti itu?
Apakah kita bangga membuat orang tua kita seperti itu?
Saya yakin, Umat Sedharma tidak mau orang tua yang melahirkan kita menjadi susah, sengsara, menderita dan malu karena ulah kita. Kita adalah orang-orang Hindu, yang memiliki begitu banyak ajaran-ajaran tentang Susila sebagai pedoman dalam berperilaku.
Umat Sedharma, sebagai generasi muda Hindu kita harus belajar dan belajar. Belajar ilmu pengetahuan, teknologi, agama, social dan ilmu-ilmu yang lainya. Karena, pada masa muda tingkat intelektualitas dan kemampuan kita bagaikan tunas baru dari ilalang, sangat tajam dan kokoh. namun semakin tua usia kita, maka ketajaman itu akan berkurang dan akhirnya kita merunduk dan tidur selamanya. Jadi, masa-masa seperti saat sekarang inilah, masa-masa dimana kita harus benar-benar serius, dan benar-benar memusatkan konsentrasi untuk belajar, ingat hari ini tidak akan kita temukan esok, lusa atau kapanpun.
Demikianlah yang dapat Saya sampaikan pada kesempatan ini, tan hana mwang sweca annulus, apabila ada kesalahan kata-kata dan kekurangan dalam penyampaian pesan dharma ini, Saya mohon maaf sebesar-besarnya dan kepada Ida Sang Hyang Widhi Saya mohon ampun.
Akhir kata Saya tutup dengan Paramasantih,
Om Santih, Santih, Santih Om *(Jajak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar