PENTINGNYA PENDIDIKAN UNTUK MEMBENTUK KARAKTER
GENERASI MUDA HINDU YANG LEBIH BAIK
Om Swastyastu,
Om Avighnam Astu Namo Siddham,
Om Anno Bhadrah Krattavo Yantu Visvattah
Sebelumnya,
marilah kita sama-sama menghaturkan sembah sujud bhakti kita kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang maha Esa), karena atas Asung Krta Wara Nugraha
Beliau, kita masih dianugerahi kesehatan sehingga kita dapat berkumpul
bersama-sama dalam acara rutin kita ini dengan tiada kekurangan satu apapun. Jajak.com
Yang
terhormat Bapak/Ibu dewan juri lomba Dharma Wacana, dan umat sedharma yang
hadir pada kesempatan kali ini yang Saya muliakan. Sebelum lebih jauh Saya
berbicara, perkenankan Saya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama Saya
Ni Nyoman Diwantrini, Saya mewakili SMA Negeri 1 Seputih Mataram. Adapun tema
dharma wacana yang akan Saya sampaikan pada kesempatan yang berbahagia ini adalah
“PENTINGNYA PENDIDIKAN UNTUK MEMBENTUK KARAKTER GENERASI MUDA HINDU YANG LEBIH
BAIK”. Tema ini sengaja Saya angkat, karena mengingat dan melihat fakta-fakta yang
sering terjadi di lingkungan masyarakat Hindu, banyak sekali generasi muda
Hindu yang memiliki perilaku dan sikap yang menyimpang dari ajaran-ajaran yang
ada dalam agama Hindu. Hal ini menunjukan bahwa betapa lemahnya iman dan sraddha
generasi muda terhadap agama dan kepercayaan yang dianut. Dari permasalahan ini
timbul pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita, “Kenapa masalah ini muncul?
Siapakah yang bertanggung jawab dalam masalah ini? Mengapa sraddha generasi
muda begitu lemah sehingga muncul permasalahan-permasalahan tersebut? Maka dari
itu, disini akan Saya singgung mengenai kewajiban-kewajiban generasi muda dalam
masa menuntut ilmu, baik di sekolah maupun dirumah serta di lingkungan
masyarakat.
Umat
Sedharma, kita sedikit banyak telah memahami pengertian tentang brahmacari
asram, dimana keadaan kita dikatakan masih dalam jenjang menuntut ilmu
pengetahuan. Akan tetapi dengan keadaan psikolog dan keadaan mental pada masa
brahmacari yang belum memiliki tujuan yang tetap sebagai pegangan hidup,
sehingga keadaan mental kita sangat mudah terombang-ambing oleh pengaruh yang
muncul di luar diri kita. Masa muda keadaan jiwa dan mentalnya masih sangat
labil (goyah) dan masih belum memiliki system filterisasi yang baik terhadap
pengaruh-pengaruh yang berasal dari luar diri kita sangat berperan penting
dalam membentuk mindset dan perilaku kita, semakin pengaruh buruk dari tempat
bersosialisasi yang kita peroleh, maka semakin buruk pula pembentukan pikiran
dan pengaplikasianya dalam perilaku kita.
Seperti
teori yang diutarakan oleh salah satu pilsuf Inggris, John Locke mengatakan
bahwa kita terlahir itu seperti halnya kertas putih yang bersih, belum ada
coretan sedikitpun, kemudian melalui sosialisasi dengan keluarga, di lingkungan
sekolah dan pergaulan dalam masyarakat, perlahan-lahan tapi pasti kertas putih
itu, akan terisi penuh dengan coretan-coretan, baik itu coretan yang baik
maupun coretan yang buruk. Masa-masa muda seperti saat inilah dimana kita belum
mampu berpikir dewasa, sehingga pengaruh dari coretan memori itu akan menuntun
kita dalam berperilaku. Hal inilah yang menyebabkan jiwa kita sering sekali
mengalami lonjakan, gairah, egoism, semangat menggebu-gebu dan ambisi yang luar
biasa dengan bentuk grafik naik turun. Untuk itu, maka sebagai benteng yang
kokoh agar kita menjadi generasi muda yang memegang teguh ajaran kebenaran, sekolah
dan keluarga memiliki peran yang sangat penting untuk mendidik dan memberikan
ilmu pengetahuan yang baik dan benar sesuai dengan ajaran agama, agar tercipta
nantinya generasi muda yang berkompeten dan mampu bersaing dalam menghadapi
kehidupan yang keras di Kali Yuga ini. Peranan ilmu pengaetahuan sangat luar
biasa, seperti diuraikan dalam kitab suci Bhagavadgita IV. 35, yang berbunyi :
Api ched asi papebhyah
Sarvebhyah papakrittamah
Sarvam jnanaplavenai’va
Vrijinam samtarishyasi
Artinya :
Walau
seandainya engkau paling berdosa diantara manusia yang memikul dosa, dengan
perahu ilmu pengetahuan ini lautan dosa akan kau sebrangi.
Dari
sloka tersebut dapat kita peroleh maknanya, bahwa ilmu pengetahuan dalam
kehidupan ini memiliki peranan yang sangat besar, sebagai penghantar
individualisme menjadi insan yang memiliki karakter baik. Dan dengan ilmu
pengetahuan juga, kita dapat menyadari tujuan dari kehidupan kita di dunia,
kita akan tertuntun dengan baik dan selalu memegang teguh ajaran Dharma. Dengan
demikian, niscaya kita nanti terhindar dari tindakan-tindakan asubha karma yang
dapat menghantarkan kita ke jurang neraka dan menjadi penjelmaan manusia yang
“Manusya”, yang selalu menyadari hakekat dari akhir hidupnya agar tidak
mengalami kemerosotan moral dan reinkarnasi berikutnya. Dalam
kitab suci sarasamuccaya dikatakan:
“Apan ikan
dadi wwang, utama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya
sangkeng sangsara, makasadhanang subhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang
ika”.
Artinya:
Menjelma menjadi
manusia itu adalah sungguh-sungguh utama apa sebabnya demikian, karena ia dapat
menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang- ulang) dengan
jalan berbuat baik; demikiannyalah keutamaannya menjadi manusia.
Dalam sloka ini
menjelaskan, menjadi manusia ini merupakan hal yang mulia agar setiap manusia
mampu membebaskan dirinya dari kesengsaraan dengan jalan berbuat subhakarma
(kebaikan) dan terbebas dari hukum reinkarnasi dan mencapai kesempurnaan yaitu
moksa rtam jagaditaya ya ca iti dharma.
agamahindu.website123.comUmat
Sedharma, Masa muda merupakan masa uji atau masa yang sangat menentukan karma
hidup kita selanjutnya, jika kita kuat menghadapi dan melewatinya niscaya kita
akan menjadi insan yang bahagia dan sejahtera dalam kehidupan dan alam baka (Moksa
Rtam Jagadhita Ya Ca Iti Dharma), namun, jika kita tidak mampu melewatinya maka
celakalah kita. Contoh kecilnya seorang siswanyang dalam masa sekolah sangat
indispliner, suka berkelahi karena ambisi, tidak mampu mengendalikan guna
rajasnya, egoisme (Ahamkara) dan pikiranya diliputi kebodohan (avidya), dengan
sikap demikian tentunya dia akan rugi sendiri, dia bisa terancam dikeluarkan
dari sekolah, memiliki musuh yang dapat mengancam kehidupanya kelak, menjadi
terkenal dengan kejahatanya, susah memperoleh peluang dan bersaing dalam
memperoleh pekerjaan untuk penompang hidup kelak. Dari contoh singkat tersebut,
maka bukan hal mustahil jika pada akhirnya dia akan menjadi orang yang hidup
selalu berada pada jalan adharma yang penuh dosa.
Umat
Sedharma, coba kita renungkan, jika kita mengalami hal tersebut?
Bagaimana
orang tua kita yang mengharapkan keturunanya menjadi anak yang suputra, yang dapat
mengharumkan nama keluarga di masyarakat, namun yang terjadi malah sebaliknya.
Jika hal ini terjadi, maka orang tua kita akan merasa ditampar keras dan
tentunya akan merasa malu dengan memiliki anak seperti kita. Hidup orang tua kita
pun pastinya tidak akan dapat tenang baik di dunia maupun di alam kekal
nantinya.
Apakah
kita bahagia, jika orang tua kita seperti itu?
Apakah
kita bangga membuat orang tua kita seperti itu?
Saya
yakin, Umat Sedharma tidak mau orang tua yang melahirkan kita menjadi susah,
sengsara, menderita dan malu karena ulah kita. Kita adalah orang-orang Hindu,
yang memiliki begitu banyak ajaran-ajaran tentang Susila sebagai pedoman dalam
berperilaku.
Umat
Sedharma, sebagai generasi muda Hindu kita harus belajar dan belajar. Belajar
ilmu pengetahuan, teknologi, agama, social dan ilmu-ilmu yang lainya. Karena, pada
masa muda tingkat intelektualitas dan kemampuan kita bagaikan tunas baru dari
ilalang, sangat tajam dan kokoh. namun semakin tua usia kita, maka ketajaman
itu akan berkurang dan akhirnya kita merunduk dan tidur selamanya. Jadi,
masa-masa seperti saat sekarang inilah, masa-masa dimana kita harus benar-benar
serius, dan benar-benar memusatkan konsentrasi untuk belajar, ingat hari ini
tidak akan kita temukan esok, lusa atau kapanpun.
Demikianlah
yang dapat Saya sampaikan pada kesempatan ini, tan hana mwang sweca annulus, apabila
ada kesalahan kata-kata dan kekurangan dalam penyampaian pesan dharma ini, Saya
mohon maaf sebesar-besarnya dan kepada Ida Sang Hyang Widhi Saya mohon ampun.
Akhir
kata Saya tutup dengan Paramasantih,
Om
Santih, Santih, Santih Om *(Jajak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar